Kamis, 16 April 2009

Hidup Sehat Ala Rasulullah SAW

Para pakar kesehatan menyatakan bahwa udara sepertiga malam terakhir sangat kaya
dengan oksigen dan belum terkotori oleh zat-zat lain, sehingga sangat bermanfaat
untuk optimalisasi metabolisme tubuh. Hal ini jelas sangat besar pengaruhnya
terhadap vitalitas seseorang dalam aktivitasnya selama seharian penuh.

Contohlah Rasulullah, yang setiap subuh selalu mendapat asupan udara segar.
Beliau bangun sebelum subuh dan melaksanakan qiyamul lail. Biasanya orang yang
memulai kehidupan di pagi hari dengan bangun subuh, akan menjalani hari dengan
penuh semangat dan optimisme. Berbeda dengan orang yang tidak bangun di subuh
hari, biasanya lebih mudah terserang rasa malas untuk beraktivitas.

Untuk menjaga kesehatan mulut dan giginya pada pagi hari, Rasulullah SAW biasa
memakai siwak. Siwak mengandung flour yang sangat bermanfaat dalam menjaga
kesehatan gigi dan gusi. Mulut dan gigi merupakan organ tubuh yang sangat
berperan dalam konsumsi makanan. Apabila mulut dan gigi sakit, maka biasanya
proses konsumsi makanan menjadi terganggu.

Rasulullah saw membuka menu sarapannya dengan air dingin yang dicampur dengan
madu. Dalam Al Qur'an, madu merupakan syifaa (obat) yang diungkapkan dengan isim
nakiroh, menunjukkan arti umum dan menyeluruh. Pada dasarnya madu bisa menjadi
obat atas berbagai penyakit. Madu berfungsi untuk membersihkan lambung,
mengaktifkan usus-usus, dan menyembuhkan sembelit, wasir, luka bakar, dan
peradangan.

Tujuh butir kurma ajwa (matang) menjadi kebiasaan Rasulullah saw menjelang
siang. Beliau pernah bersabda, "Barang siapa yang makan tujuh butir kurma, maka
akan terlindungi dari racun." Hal ini terbukti ketika seorang wanita Yahudi
menaruh racun dalam makanan Rasulullah pada sebuah percobaan pembunuhan di
perang Khaibar, racun yang tertelan oleh beliau kemudian bisa dinetralisir oleh
zat-zat yang terkandung dalam kurma. Sementara itu Bisyir ibu al Barra', salah
seorang sahabat yang ikut makan racun tersebut akhirnya meninggal, tetapi
Rasulullah saw selamat dari racun tersebut. Rahasianya adalah tujuh butir kurma
yang biasa dikonsumsi Rasulullah saw.

Menjelang sore hari, menu Rasulullah biasanya adalah cuka dan minyak zaitun.
Tentu saja tidak hanya cuka dan minyak zaitun, tetapi dikonsumsi dengan makanan
pokok seperti roti. Manfaatnya banyak sekali, diantara mencegah lemah tulang,
kepikunan, melancarkan sembelit, menghancurkan kolesterol, dan melancarkan
pencernaan.

Di malam hari, menu utama makan malam Rasulullah adalah sayur- sayuran. Secara
umum, sayuran memiliki kandungan zat dan fungsi yang sama, yaitu menguatkan daya
tahan tubuh dan melindunginya dari serangan penyakit.

Setelah makan malam Rasulullah tidak langsung tidur. Beliau beraktivitas
terlebih dahulu supaya makanan yang dikonsumsi masuk lambung dengan cepat dan
mudah dicerna. Caranya bisa juga dengan shalat. Rasulullah saw bersabda:
"Cairkan makanan kalian dengan berdzikir kepada Allah dan shalat, serta
janganlah kalian langsung tidur setelah makan, karena dapat membuat hati kalian
menjadi keras."

Artikel diatas diambil dari buku Panduan Diet Ala Rasulullah yang ditulis oleh
Indra Kusumah SKL, S.Psi. Buku ini mengulas tentang pola makan Rasulullah saw
sehari-hari, adab makan Rasulullah, makanan kesukaan Rasulullah serta
khasiatnya, makanan dan minuman yang kurang disukai Rasulullah saw, makanan dan
minuman yang dilarang Rasulullah, dan lain sebagainya.

Panduan Diet Ala Rasulullah mencoba menggabungkan unsur keteladanan diet ala
Rasulullah dengan pengetahuan ilmiah. Buku ini diterbitkan oleh QultumMedia.

Minggu, 05 April 2009

Struktur Batuan Metamorf



Struktur batuan ini terbagi menjadi dua yaitu :

a. Struktur Foliasi

Struktur foliasi merupakan struktur yang memperlihatkan adanya suatu penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf. Struktur ini terdiri atas :

- Struktur Slatycleavage

- Struktur Gneissic

- Struktur Phylitic

- Struktur Schistosity

b. Struktur Non Foliasi

Struktur non foliasi merupakan struktur yang tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral penyusun batuan metamorf. Struktur ini terdiri atas :

- Struktur Hornfelsik

- Struktur Milonitik

- Struktur Kataklastik

- Struktur Flaser

- Struktur Pilonitik

- Struktur Augen

- Struktur Granulosa

- Struktur Liniasi

Macam-macam Proses Endogenik




Seperti yang telah anda ketahui pada postingan sebelumnya proses endogenik merupakan proses pembentukan bentang alam yang disebabkan tenaga dari dalam kulit bumi.

Proses ini dibedakan menjadi :

1. Diastropisme, yaitu proses deformasi besar-besaran dari bumi. Proses ini dibedakan menjadi :

- Epirogenik, yaitu pengangkatan dan penurunan kontinen atau subkontinen, maksudnya yaitu epirogenik merupakan gerak yang dapat menimbulkan permukaan bumi seolah turun atau naik, disebabkan karena gerakan di bumi yang lambat dan meliputi daerah yang luas gerak epirogenetik di bedakan menjadi dua, yaitu gerak epirogenetik positif dan gerak epirogenetik negatif. Gerak epirogenetik positif adalah gerakan permukaan bumi turun dan seolah olah permukaan air laut naik. Contoh, turunya pulau-pulau di kawasan Indonesia timur (Kepulauan Maluku dan kepulauan Benda. Gerak epirogenetic negatif adalah gerakan permukaan bumi seolah-olah permukaan bumi naik dan seolah olah permukaan air turun. Contoh, naiknya dataran tinggi Colorado

- Orogenetik, yaitu proses pembentukan pegunungan. Gerak orogenetik ini dapat menimbulkan lipatan (fold), patahan (fault) dan kekar. Untuk penjelasan mengenai lipatan, patahan, dan kekar akan kita bahas nanti.

Gambar lipatan

b. Vulkanisme, yaitu proses naik dan munculnya magma ke permukaan bumi. Proses terjadinya vulkanisme dipengaruhi oleh aktivitas magma yang menyusup ke lithosfer. Jika magma hanya menyusup sebatas kulit bumi bagian dalam atau tidak sampai keluar dinamakan intrusi magma. Sedangkan penyusupan magma sampai keluar permukaan bumi disebut ekstrusi magma. Dalam proses ini terjadi pendinginan magma yang akan membentuk batuan

Golongan Batuan Sedimen ( R.P Koesoemadinata, 1980 )


Ada enam golongan utama batuan sedimen, ( R.P Koesoemadinata, 1980 ) yaitu :

Golongan Detritus Kasar

Merupakan golongan batuan sedimen yang diendapkan dengan proses mekanis. Termasuk dalam golongan ini antara lain, breksi (jika butirannya berbentuk meruncing), konglomerat (jika butirannya berbentuk membulat) dan batu pasir. Lingkungan tempat diendapkannya batuan ini dapat dilingkungan sungai, danau ataupun laut.


Gurun Pasir

pasir merah

Golongan Detritus Halus

Batuan yang termasuk golongan ini pada umumnya diendapkan dilingkungan laut dari laut dangkal sampai laut dalam. Termasuk golongan ini antara lain batu lanau, serpih, batulempung dan napal.

Golongan Karbonat

Batuan ini umum sekali terbentuk dari sekumpulan cangkang moluska, algae, foraminifera atau lainnya yang bercangkang kapur. Jenis batuan ini banyak sekali, tergantung material penyusunnya, misalnya batu gamping terumbu yang tersusun oleh material terumbu.

Gamping Terumbu

Golongan Silika

Proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara proses organik, dan kimiawi untuk lebih menyempurnakannya. Yang termasuk golongan ini adalah rijang, radiolaria, dan tanah diatom. Batu jenis ini tersebar hanya dalam jumlah sedikit dan terbatas.

Golongan Evaporit

Pada umumnya batuan ini terbentuk dilingkungan danau atau laut yang tertutup dan untuk terjadinya, batuan sedimen ini harus ada air yang memiliki kandungan larutan kimia yang cukup pekat. Yang termasuk ke dalam golongan ini yaitu gipsum, anhydrit, batu garam dan lain – lain.

Golongan Batubara

Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur – unsur organik, yaitu dari tumbuh – tumbuhan dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati, dengan cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebal diatasnya sehingga tidak memungkinkan untuk terjadi pelapukan terlebih dahulu. Lingkungan terbentuknya batubara sangat khusus sekali.




tingkatan batubara

Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Kimiawi ( CJ. Hughes, 1962 )


1. Batuan Beku Asam jika mengandung SiO2 lebih dari 66%. Contohnya Granit , Rhyolit

granit

2. Batuan beku Menengah/ intermediate jika mengandung SiO2 52-66% . Contohnya Diorit, andesit.


diorit

3. Batuan Beku basa jika mengandung SiO2 45-52%. Contohnya Gabro , Basalt.

gabro

basalt

4. Batuan Beku ultra basa jika mengandung SiO2 kurang dari 52%. Contohnya Peridotit, dunit.


peridotit



Struktur Sedimen (Pettijohn, 1975)


Studi struktur Sedimen paling baik dilakukan di lapangan ( Pettijohn, 1975 ), dapat dikelompokkan menjadi tiga macam struktur, yaitu :

1. Struktur Sedimen Primer
Struktur ini merupakan struktur sedimen yang terbentuk karena proses sedimentasi dapat merefleksikan mekanisasi pengendapannya. Contohnya seperti perlapisan, gelembur gelombang, perlapisan silang siur, konvolut, perlapisan bersusun, dan lain-lain. (Suhartono, 1996 : 47)
Struktur primer adalah struktur yang terbentuk ketika proses pengendapan dan ketika batuan beku mengalir atau mendingin dan tidak ada singkapan yang terlihat. Struktur primer ini penting sebagai penentu kedudukan atau orientasi asal suatu batuan yang tersingkap, terutama dalam batuan sedimen.
Struktur yang terbentuk sewaktu proses pengendapan sedang berlangsung termasuk lapisan mendatar (flat bedding), lapisan silang, laminasi, dan laminasi silang yang mikro (micro-crosslamination), yaitu adanya kesan riak. (Mohamed, 2007).

2. Struktur Sedimen Sekunder
Struktur yang terbentuk sesudah proses sedimentasi, sebelum atau pada waktu diagenesa. Juga merefleksikan keadaan lingkungan pengendapan misalnya keadaan dasar, lereng dan lingkungan organisnya. Antara lain : beban, rekah kerut, jejak binatang.

3. Struktur Sedimen Organik
Struktur yang terbentuk oleh kegiatan organisme, seperti molusca, cacing atau binatang lainnya. Antara lain : kerangka, laminasi pertumbuhan.

STRUKTUR BATUAN BEKU

Struktur Batuan beku terdiri atas :

- Massive
Struktur massive meruoakan struktur batuan beku yang dimana kenampakan batuan beku ini sangat kompak atau solid tanpa adanya lubang - lubang yang biasa diakibatkan oleh gelembung - gelembung gas.

- vesicle
Struktur vesicle merupakan struktur batuan beku yang dimana kenampakan batuan berlubang - lubang yang diakibatkan karena gelembung - gelembung gas dari aktivitas vulkanisme / magmatisme

vesicle kemudia terdiri atas :
- scoriaceous
- vesiculer
- Amigdaloidal

by : Rahmat G05

Rabu, 01 April 2009

Bantimala












*Peta topografi daerah ini terpetakan dalam lembar Pangkajene skala 1 : 50000 nomor 2011-31, bakosurtanal edisi Januari 1991.


TEKTONIK SULAWESI SELATAN DENGAN ACUAN KHUSUS CIRI - CIRI HIMPUNAN BATUAN DAERAH BANTIMALA


By: Rab Sukamto
S2 - Geology
Created: 1985-00-00 , with 1 file(s).

Keywords: The "Bontorio metamorphics" is interpreted as a result of metamorphism of sedimentary rocks at the deep zone of fore arc basin of a Triassic arc-trench system.
Call Number: T 551.809 598 4 SUK

Batuan yang tersingkap di daerah Bantimala dan sekitarnya merupakan himpunan-himpunan batuan yang terjadi dalam lingkungan tektonik yang berbeda sejak zaman Trias sampai zaman Kuarter. Beberapa sistem tektonik dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri himpunan batuan serta strukturnya. Macam-macam himpunan batuan tersebut memberikan gambaran yang sesuai bila diterangkan kejadiannya dengan teori tektonik lempeng. Baik macam himpunannya, hubungan stratigrafinya maupun strukturnya menandakan suatu pengertian yang jelas di dalam evolusi geologi yang pendekatannya berdasarkan teori tektonik lempeng. Himpunan batuan berumur dari Trias sampai Kapur Awal merupakan himpunan batuan "allochthone" yang tercampuraduk serta terimbrikasi secara tektonik, terdiri dari "batuan ultramafik Kayubiti", "batuan metamorfosis Bontorio", "batupasir Paremba", "basal Dengengdengeng", "breksi sekis" dan "rijang Paring", yang secara bersama menyusun "Komplek Melange Bantimala". Himpunan batuan berumur dari Kapur Akhir sampai Pliosen merupakan himpunan batuan "autochthone" yang superposisi serta hubungannya dapat diamati dengan jelas.

Sedimen "flysch" Formasi Balangbaru yang berumur Kapur Akhir menindih tak selaras "Komplek Melange Bantimala", dan ditindih berturut-turut oleh batuan volkanik Formasi Alla, sedimen terestrial Formasi Malawa, karbonat paparan Formasi Tonasa, batuan volkaniklastik serta volkanik yang menyusun formasi-formasi Benrong, Kunyikunyi, Ceppiye, serta Tondongkarambu, dan diakhiri oleh endapan darat berasal longsoran serta runtuhan yang berumur Pliosen. Batuan yang tersingkap di daerah Bantimala dan sekitarnya merupakan himpunan-himpunan batuan yang terjadi dalam lingkungan tektonik yang berbeda sejak zaman Trias sampai zaman Kuarter.

Beberapa sistem tektonik dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri himpunan batuan serta strukturnya. Macam-macam himpunan batuan tersebut memberikan gambaran yang sesuai bila diterangkan kejadiannya dengan teori tektonik lempeng. Baik macam himpunannya, hubungan stratigrafinya maupun strukturnya menandakan suatu pengertian yang jelas di dalam evolusi geologi yang pendekatannya berdasarkan teori tektonik lempeng. Himpunan batuan berumur dari Trias sampai Kapur Awal merupakan himpunan batuan "allochthone" yang tercampuraduk serta terimbrikasi secara tektonik, terdiri dari "batuan ultramafik Kayubiti", "batuan metamorfosis Bontorio", "batupasir Paremba", "basal Dengengdengeng", "breksi sekis" dan "rijang Paring", yang secara bersama menyusun "Komplek Melange Bantimala". Himpunan batuan berumur dari Kapur Akhir sampai Pliosen merupakan himpunan batuan "autochthone" yang superposisi serta hubungannya dapat diamati dengan jelas. Sedimen "flysch" Formasi Balangbaru yang berumur Kapur Akhir menindih tak selaras "Komplek Melange Bantimala", dan ditindih berturut-turut oleh batuan volkanik Formasi Alla, sedimen terestrial Formasi Malawa, karbonat paparan Formasi Tonasa, batuan volkaniklastik serta volkanik yang menyusun formasi-formasi Benrong, Kunyikunyi, Ceppiye, serta Tondongkarambu, dan diakhiri oleh endapan darat berasal longsoran serta runtuhan yang berumur Pliosen. "Batuan metamorfosis Bontorio" ditafsirkan sebagai hasil metamorfosis batuan sedimen di bagian bawah cekungan busur-depan pada suatu sistem busur-palung zaman Trias. "Batupasir Paremba" adalah endapan cekungan tepi kerak benua pada zaman Jura Awal-Jura Tengah, dan "basal Dengengdengeng" ke luar melalui retakan kerak benua pada zaman itu. "Breksi sekis" ditafsirkan sebagai turbidit "fluxo" di cekungan tepi kerak-benua pada zaman Jura Akhir, dan "rijang Paring" sebagai endapan laut dalam beralaskan "breksi sekis" pada zaman Jura Akhir-Kapur Awal. "Batuan ultramafik Kayubiti" ditafsirkan sebagai kerak samudera yang terjadi di cekungan antar-busur pada zaman Trias. Berbagai macam himpunan batuan yang lingkungan terjadinya berbeda itu telah tercampuraduk serta terimbrikasi secara tektonik, dan membentuk "komplek melange" pada sistem busur-palung zaman Kapur Tengah. Sedimen "flysch" Formasi Balangbaru sebagai himpunan batuan "autochthone" tertua yang beralaskan "komplek melange" tersebut, telah diendapkan di dalam cekungan busurdepan pada sistem busur-palung zaman Kapur Akhir. Batuan volkanik Formasi Alla adalah bagian dari busur magmatik kala Paleosen yang menerobos Formasi Balangbaru. Sedimen terestrial Formasi Malawa diendapkan di darat sebagai hasil pendataran pada kala Eosen Awal. Karbonat Formasi Tonasa telah diendapkan dalam lingkungan paparan selama kala Eosen Akhir-Miosen Awal. Batuan volkaniklastik dan volkanik dari Formasi Benrong, Formasi Kunyikunyi, Formasi Ceppiye dan Formasi Tondongkarambu adalah bagian dari busur magmatik kala Miosen Tengah-Miosen Akhir. Se jak Pliosen daerah Bantimala dan sekitarnya telah mengalami pengangkatan dan erosi yang berlangsung hingga sekarang. Dengan memperhatikan kesebandingan himpunan batuan, kedudukan stratigrafi serta hubungan tektonik antara ber bagai himpunan batuan di daerah Bantimala dan yang ada di daerah sekitarnya, maka perkembangan geologi regional wilayah Sulawesi dapat dikenali. Sistem busur-palung zaman Kapur Tengah yang menyebabkan berbagai himpunan batuan dari Trias sampai Kapur Awal tercampuraduk serta terimbrikasi di daerah Bantimala, telah terjadi membentang S-U di sisi timur Kraton Sunda yang kenampakannya sekarang berupa "lajur sutur" TG-BL dari "Komplek Melange Bantimala", anomali aeromagnet tak teratur di Selat Makassar sampai "Komplek Melange Boyan" di Kalimantan Barat.

Dalam perkembangan selanjutnya, daerah yang semula berupa lajur tunjaman Kapur Tengah itu kemudian menjadi cekungan busur-depan Kapur Akhir di sisi timur Kraton Sunda pada zaman diendapkannya Formasi Balangbaru. Pada Kapur Akhir itu Kraton Sunda mulai berputar lawan-jarum-jam, dan diikuti tumbuhnya sistem busur–palung di sisi selatannya yang di antaranya membentuk batuan volkanik Formasi Alla pada kala Paleosen. Perputaran dan pengangkatan Kraton Sunda diikuti oleh peretakan selama Paleosen Akhir-Eosen Awal, sehingga terjadi sedimen terestrial yang sangat luas yang di Sulawesi Selatan menghasilkan Formasi Malawa. Penurunan perlahan te lah menghasilkan endapan karbonat paparan yang sangat luas selama Eosen Akhir-Miosen Tengah yang di Sulawesi Selatan berupa Formasi Tonasa. Perputaran Kraton Sunda yang menerus dan terjadinya perubahan arah gerak Lempeng Pasifik, yang semula ke utara kemudian ke barat sejak Eosen Tengah, maka bagian timur sistem busur-palung di sisi selatan Kraton Sunda menjadi melengkung ke arah BD-TL. Sistem busur-palung di,bagian timur itu kemudian menjadi sistem busur-palung Sulawesi di sisi tenggara Kraton Sunda, dan terpisah dari sistem busur-palung Jawa-Nusatenggara yang mulai berkembang sejak Miosen Awal. Gerakan ke barat Lempeng Pasifik yang tercepatkan sejak Miosen Awal telah menyebabkan di antaranya, selama Miosen Tengah-Miosen Akhir, Batur Tukang Besi serta Batur Banggai-Sula membentur Busur Sulawesi Timur, dan Busur Sulawesi Timur melanggar sistem busur-palung Sulawesi. Akibat dari benturan serta pelanggaran itu maka Busur Sulawesi Timur menyatu dengan Busur Sulawesi Barat yang keduanya melengkung membentuk huruf K, dan kegiatan magma di Busur Sulawesi Barat sebelah selatan Katulistiwa mulai mereda sejak Pliosen.

Translation:

Rocks exposed in Bantimala area and its surroundings comprise of some rock association which have originated in different tectonic environments since Triassic to Quaternary periods. Certain tectonic systems are identifiable through their characteristic of rock association and structure. Various rock associations occurred in the area of Bantimala and its surroundings show features of matching to be explained with plate tectonic theory. The rock association and their stratigraphic as well as their tectonic relationship indicate a clear understanding of geologic evolution in the light of plate tectonic theory. Associations of rocks of Triassic to Early Cretaceous in age constitute of allochthonous rock association which tectonically mixed up and imbricated, consist of "Kayubiti ultramafics", "Bontorio metamorphics", "Paremba sandstone", "Dengengdengeng basalt", "schist breccia" and "Paring chert", all together forming "Bantimala Melange Complex". Associations of rocks of Late Cretaceous to Pliocene in age constitute of autochthonous units showing their superposition and relationship to be clearly observed. Flysch sediments of Balangbaru Formation of Late Cretaceous in age ovelies unconformably "Bantimala Melange Complex", and successively overlain by volcanic rocks of Alla Formation, terestrial sediments of Malawa Formation, shelf carbonate of Tonasa Formation, volcaniclastics and volcanics constructing formations of Benrong, Kunyikunyi, Ceppiye and Tondongkarambu, and terminated by terestrial deposits derived from landslide and rockfall masses at Pliocene. The "Bontorio metamorphics" is interpreted as a result of metamorphism of sedimentary rocks at the deep zone of fore arc basin of a Triassic arc-trench system. The "Paremba sandstone" is deposits of Early - Middle Jurassic period in a basin of continental crust margin, and "Dengengdengeng basalt" irrupted through continental fisures of the same period. "Schist breccia" is interpreted to be fluxo turbidite irk basin of continental margin during Late Jurassic, and "Paring chert" is deep sea sediments of Late Jurassic-Early Cretaceous deposited on top of "schist breccia". "The Kayubiti ultramafics" is interpreted as oceanic crust occurred in an interarc basin during the Triassic period. Those various rock association occurred at different environment had been tectonically mixed up and imbricated forming melange complex at a Middle Cretaceous arc-trench system. Flysch sediments of Balangbaru Formation, as the oldest autochthonous unit, has been deposited overlying melange complex in a forearc basin of Late Cretaceous arc-trench system. The volcanic rocks of Alla Formation is part of Paleocene magmatic arc intruded the Balangbaru Formation. The terestrial sediments of Malawa Formation was deposited on land as a product of Early Eocene paneplanisation. The carbonate of Tonasa Formation deposited on a shelf environment during Late Eocene-Early Miocene. The volcaniclastic and volcanic rocks constructing the Benrong Formation, Kunyikunyi Formation, Ceppiye Formation and Tondongkarambu Formation are parts of a Middle Late Miocene magmatic arc. Since Pliocene time the Bantimala area and its surroundings affected regional uplifting and erosion commencing up to the present day. By comparing similarities of rock association, stratigraphic position and tectonic relationship between the various rock units of Bantimala area and of which occurred at surrounding areas the evolution of regional geology of Sulawesi could be identified.. The Middle Cretaceous arctrench system which brought about a mixture and imbrica tion of various rock association of Triassic to Early Cretaceous age in Bantimala area occurred stretching S-N at the eastern margin of Sunda Craton. It's appearance at present is a suture zone trending SE-NW from the Bantimala Melange Complex, the irregular aeromagnetic anomalies in Makassar strait, to the Boyan Melange Complex in West Kalimantan. Further development indicates that the previous Middle Cretaceous subduction zone had changed into a forearc basin at the eastern margin of Sunda Craton during the Late Cretaceous when then Balangbaru Formation was deposited.
Since the Late Cretaceous, Sunda Craton rotated counterclockwisely and followed by development of arctrench system at the southern margin of Sunda Craton producing among of them the volcanic rocks of Alla Formation during the Paleocene. Rotation and uplifting of Sunda Craton was followed by rifting commenced during the Late Paleocene to Early Eocene, subsequently a very broad terrestrial sediments occurred which part of them is Ma lawa Formation in South Sulawesi. Gradually subsidence resulted a very extensive shelf carbonate deposits during Late Eocene-Middle Miocene which part of them is Tonasa Formation in South Sulawesi. Continue rotation of Sunda Craton and change of direction of movement of Pacific Plate, originally to the north and then to the west since Middle Eocene, the eastern part of arc trench system at the southern margin of Sunda Craton bent northeastward. Later the eastern part of arc-trench system became Sulawesi arc-trench system at the southeast margin of Sunda Craton, and separated from Java-Nusatenggara arc-trench system which has developed since Early Miocene. Westward movement of Pacific Plate which was . accelerated since Early Miocene affected among of them, during Middle Miocene to Late Miocene, the Tukang Besi and the Banggai-Sula platforms collided to the Eastern Sulawesi Arc, and the Eastern Sulawesi Arc overrod the Sulawesi arc-trench system. As the result of collision and overriding the Eastern Sulawesi Arc amalgamated with the Western Sulawesi Arc, bent together to form a K-shape, and the magmatic activity at the Western Sulawesi Arc of south of Equator started to decline since Pliocene.