Selasa, 16 Februari 2010

Teori Dasar Perpetaan

I. Definisi
        Peta topografi adalah suatu peta yang memperlihatkan atau menggambarkan segala keadaan kenampakan fisik dari roman muka bumi, yang meliputi bentuk, ukuran, letak hubungan dan penyebarannya pada suatu daerah. Dalam hal menginterepetasi/ menganalisa peta topografi, hal yang harus diperhatikan adalah garis kontur dan kontur indeks.
Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang terletak pada ketinggian yang sama dari permukaan laut.Beberapa sifat garis kontur sebagai berikut :
1. Satu garis kontur hanya mewakili satu ketinggian tertentu
2. Nilai dari suatu garis kontur dihitung daeri ketinggian muka laut rata-rata mempunyai nilai nol
3. Satu garis kontur tidak akan berpotongan dengan garis kontur laiinya yang mewakili ketinggian berbeda, dan tidak akan berimpit dengan garis kontur lain, kecuali ddalam keadaan tertentu, missal terdapat Over hanging cliff.
4. Garis kontur tidak pernah bercabang dan menyambung garis kontur lain.
5. Garis kontur rapet menunjukkkan lereng yang curam dan renggang menunjukkan lereng yang landai.
6. Garis kontur yang menutup semakin kecil menunjukkan suatu bukit, sedangkan bila diberi tanda garis-garis pendek ( bergerigi ) berarti daerah depresi.
7. Garis kontur harus menutup atau berakhir di tepi peta.
8. Garis kontur dengan harga interval setengah digambarkan berupa garis-garis putus-putus. Biasanya banyak dijumpai pada bagian puncak bukit.
Kontur indeks adalah garis kontur yang dicetak lebih tebal dari garis kontur lainnya, merupakan kelipatan tertentu dari bebrapa garis kontur biasa. Maksud dari pembuatan garis kontur indeks ini adalah untuk menyederhanakan dan mempermudah pembacaan peta topografi. Besarnya kelipatan dipengaruhi oleh medan.

Unsur-unsur penting yang terdapat pada peta topografi antara lain :
1. Relief adalah bentuk ketidak aturan secara vertical dalam ukuran besar, maupun kecil dari permukaan litosfer.
2. Drainage adalah pattern/pola penyaluran yang terdiri dari segala bentuk yang berhubungan dengan penyaluran baik dipermukaan maupun dibawah permukaan bumi.
3. Culture adalah segala bentuk hasil kebudayaan manusia, seperti perkampungan , jalur jalan, perkebunan, persawahan, Dll.
4. Skala adalah perbandingan jarak horizontal sebenarnya dengan jarak dipeta.
5. Orientasi peta
Merupakan bagian yang menunjukkkan kiblat dari peta . garis batas pada kedua sisi samping peta berarah Utara Selatan. Dalam hal ini adalah Utara-Selatan sesungguhnya, bukan Utara kutuub magnetis. Arah Utara dikenal ada dua macam, yaitu :
a. Arah Utara magnetic ( magnet North = MN), yaitu arah Utara yang ditunjukkan oleh jarum magnet.
b. Arah Utara sebenarnya ( True North = TN ) , yaitu arah Utara yang sesuai dengan sumbu bumi.
Arah utara magnetic dan arah utara geografis umumnya ditunjukkan pada peta dan membentuk sudut diantara keduanya yang besarnya bervariasi dengan “ Deklinasi”.
6. Judul peta dan nomor lembar peta adalah merupakan nama daerah yang tercakup dalam peta, sedangkan nomor lembar peta adalah nomor dari peta berdasarkan sistem pembagian yang disebut “ Quadrangle “.
7. Legenda adalah symbol-simbol yang digunakan untuk mewakili bermacam-macam keadaan dilapangan. Penjelasan symbol dipergunakan itu, dikelompokkan dan tercakup dalam legenda. Legenda biasanya diletakkan di bawah.
8. Coverage diagram merupakan diagram yang menunjukkan darimana dan bagaimana cara memperoleh datanya . Keterangan ini penting untuk memperkiarakn sampai sejauh mana ketelitian peta , Misalnya :
- Dibuat berdasarkan foto udara
- Dibuat berdasarakan pengukuran di lapangan
- Dibuat sketsanya
9. Indeks administrasi adalah pembagian daerah berdasarkan hokum pemerintahan. Ini penting unutk mengetahui kemana harus dilakukan pengesahan surat izin sebelum dilakukan penyelidikan lapangan dari peta yang bersangkutan.
10. Index to adjoining sheet adalah petunjuk tentang peta terhadap peta-peta yang ada sebelumnya.
11. Edisi peta dalah tahun pembuatan peta tersebut.

II. Interepetasi Analisa Peta Topografi

1. Interpretasi Bentang alam Geomorfologi

Dalam Interpretasi geologi dari peta topografi, maka penggunaan skala yang digunakan akan sangat membantu. Di Indonesia peta Topografi yang tersedia umumnya mempunyai skala 1 : 25. 000 atau 1 : 50.000 umumnya merupakan perbesaran dari skala 1 : 50.000 dengan demikian relief bumi yang seharusnya muncul pada skala peta 1 : 50.000 atau lebih besar tidak akan muncul dan sama saja skala peta 1: 50.000.
Dengan demikian, sasaran objek Interpretasi akan berlainan dari setiap peta dengan skala berbeda.

Tabel. 1 Hubungan antara skala peta dan pengenalan sasaran objek geomorfologi ( harsolumakso, 2001 )


Dalam Interepetasi peta topografi, prosedur umum yang biasa dilakukan dan cukup efektif adalah :
1. Menarik semua kontur yang menunjukkan kelurusan. Penariakan bisa dengan garis panjang, tetapi dapat juga terpatah-terpatah dalam bentuk garis-garis pendek. Kadangkala setelah pengerjaan penarikan garis –garis pendek selesai dalam peta akan terlihat adanya zona atau trend atau arah yang hampir sama dengan garid-garis pendek ini.
2. Mempertegas bis adengan jalan mewarnai , sungai-sungai yang menbgalir pada peta . akan sangat penting untuk melihat pola aliran sungai ( daalm satu peta mungkin terdapat lebih dari satu pola aliransungai ). Pola aliran sungai merupakan pencerminan keadaan struktur yang mempengaruhi daerah tersebut.
3. Mengelompokkan pola kerapatan kontur sejenis, dapat dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan melihat secara visual terhadap kerapatan yang ada, atau secara kuantitatif dengan menghitung persen lereng dari seluruh peta. Persen lereng adalah persentase perbandingan beda tinggi suatu lereng terhadpa panjang lerengnya sendiri.
Banyak pengelompokan kelas lereng yang telah dilakuakn, misalnya oleh mabbery, (1972 ) untuk keperluan lingkungan binaan, Desaunettes ( 1977 ) untuk pengembangan pertanian, ITC ( 1985 ) yang bersifat lebih umum dan melihat proses-proses yang biasa terjadi pada kelas lereng tertentu ( lihat table 2. )

Tabel.2 Kelas lereng dengan sifat-sifat proses dan kondisi alamiah yang kemungkinana terjadi dari ususlan warna untuk peta relief secara umum ( disadur dan disederhanakan oleh Van Zuidam,1985 ).



Sangat penting untuk diketahui bahwa dalam Interpretasi geomorfologi dari peta topografi terbatas pada interepetasi relief ( berdasarkan perbedaaan beda tinggi ), yang secara garis besarnya terbagi atas morfologi Pedataran, Perbukitan, dan pegunungan
Secara umum klasifikasi bentang alam beradasarkan interepetasi peta topografi antara lain :
a. Perbukitan dicirikan oleh garis kontur yang rapat dengan ketinggian semakin besar ? menutup semakin kecil. Pola ini juga dapat menunjukkkan morfologi pegunungan oleh karena itu antara keduanya dibedakan lagi berdasarkan beda tinggi dan tirtik ketinggian yang tampak di peta.
b. Pedataran, dicirikan dengan garis kontur yang jarang dengan nilai yang semakin kecil.
c. Fluvial, biasanya terdapat pada daerah sekitar aliran sungai.
d. Marne/laut.

Adapun membahas aspek genetic ( proses pembentukan ) suatu bentang alam, haruslah didukung oleh lapangan yang akurat.

2. Interperetasi Litologi

Dengan melihat kenampakan konttur suatu daerah atau dengan kaidah kontur tersebut, maka dari sebuah peta topografi dapat ditentukan jenis litologi yang berkembang pada daerah tersebut.
Terdapat beberapa ketrentuan-ketentuan ataupun kaidah-kaidah kontur yang perlu diketahui dalam hal ini, contohnya :
a. Dalam interpretasi batuan dari peta topografi, hal penting yang perlu diamati adalah pola kuntur, aliran sungai, batuan lunak dan lepas.
b. Pola kuntur rapat menunjukkan batuan keras, dan pola kuntur jarang menunjukkan batuan yang lunak.
c. Pola kuntur yang menutup (melingkar ) diantara pola kuntur lainnya menunjukkan lebih keras dari batuan sekitarnya.
d. Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat diakibatkan oleh adanya batuan keras.
e. Kerapatan sungai yang besar, menunjukkan bahwa sungai-sungai itu berada pada batuan yang lebih muda tererosi (lunak). Kerapatan sungai adalah perbandingan antara total panjang sungai-sungai yang berada pada cekungan pengaliaran terhadap luas cekungan pengaliran sungai-sungai itu sendiri.
f. Alluvial diinterpretasi dengan adanya pola kontur yang renggang serta terdapat pola aliran sungai.
g. Batugamping ditandai dengan adanya tingkat pelapukan dengan resistensi batuan yang kecil sehingga mudah tererosi berupa pelarutan. Hal ini nampak pada peta dengan kenampakan bukit-bukit sisa yang kecil yang terpisah dengan bukit lainnya, dan disekeliling bukit tersebut merupakan pendataran.
h. Batuan beku ditandai dengan garis kontur yang rapat dan teratur.
i. Batuan sediment dicirikan oleh garis kontur yang jarang atau hampir tidak ada. Kadang-kadang menggambarkan bentuk seperti melidah atau melampar khusus pada batuan sediment vulkanik.
j. Batuan metafort dicirikan oleh garis kontur yang rapat dan tidak teratur.
k. Batuan vulkanik ditandai dengan adanya pola kuntur seperti lidah yang menandakan bahwa daerah tersebut merupakan daerah lelehan lava sehinnga membentuk batuan vulkanik.

3. Interpretasi Struktur Geologi

Dalam menginterpretasi struktur geologi dan peta topografi, hal terpenting dalah pengamatan terhadap pola kontur yang menunjukkan adanya kelurusan atau pembelokan secara tiba-tiba, baik pada bola bukit maupu arah aliran sungai, bentuk-bentuk topografi yang khas, serta pola aliran sungai.

 sesar, umumnya ditunjukkan oleh adanya pola kontur rapat yang menerus lurus, kelurusan sungai dan perbukitan ataupun pergeseran, dan pembelokan perbukitan atau sungai dan pola aliran sungai parallel atau rektangulan.
 Peerlipatan, umumnya ditunjukkan oleh pola aliran sungai trellis atau paralel dan danya bentuk-bentuk dip-slope yaitu suatu kontur yang rapat dibagian depan dan merenggang makin ke arah belakang.
 Kekar, umumnya dicirikan oleh pola aliran sungai rectangular dan kelurusan-kelurusan sungai dan bukit.
 Instrusi, umumnya dicirikan oleh pola kuntur yang jarang dan dibatasi oleh pola untur yang rapat, sungai-sungai mengalir dari arah puncak dalam pola kontur yang rapat.
 Lapisan Mendatar, dicirikan oleh adanya areal dengan pola kontur yang jarang dan dibatasi oleh pola kontur yang rapat.
 Ketidakselaran Bersudut (Angular Unconformity), dicirikan oleh pola kontur rapat dan mempunyai kelurusan-kelurusan seperti pada pola perlipatan yang dibatasi secara tiba-tiba oleh pola kontur jarang yang mempunyai elevasi sama atau lebih tinggi.
 Daerah Melange,umunya dicirikan oleh pola-pola kontur melingkar berupa bukit-bukit dalm penyebaran relative luas, terdapat beberapa pergeseran bentuk-bentuk topografi kemungkinan juga terdapat beberapa kelurusan dengan pola aliran sungai rectangular atau concerted.
 Daerah Stump, umunya dicirikan oleh banyaknya pola dis-slope dan penyebarannya yang tidak menunjukkan pola pelurusan tetapi lebih berkesan acak-acakan. Pola kopntur rapat juga tidak menunjukkan kelurusan yang menerus, tetapi berkesan terpatah-patah.
 Gunungapi, dicirikan umumnya oleh bentuk kerucut atau pola aliran radial, serta kawah pada puncaknya untuk gunung api muda, sementara untuk gunungapi tua dan sudah tidak aktif dicirikan oleh pola aliran angular serta pola kontur melingkar rapat atau memanjang yang menunjukkan adanya jenjang vulkanik atau korok-korok.
 Karst, Dicirikasn oleh pola kontur melingkar yanh khas dalam penyebaran yang luas, beberapa aliran sungai seakan-akan terputus, terdapat pola-pola kontur yang menyerupai bintang segi banyak, serta pola aliran sungai multibastnal.

4. Pola Pengaliran Sungai

Pola aliran terbagi atas 2 jenis, yaitu pola dasar dan pola ubahan. Pola dasar adalah suatu pola aliran sungai yang mempunyai karakteristik yang spesifikdan dapat secara jelas dibedakan dengan bentuk pola dasar lainnya. Pola ubahan adalah bentuk aliran yang telah mengalami perubahan bentuk pola dasar yang ada.

Macam-macam pola pengaliran (drainage pattern) :
 Pola Pengaliran Rektangular
Pola pengaliran dimana anak sungainya membentuk sudut tegak lurus dengan sungai utama, sering terjadi pada daerah patahan.
 Pola Pengaliran Denritik
Bentuknya seperti seperti pohon dengan anak-anak sungai dan cabangya berarah tidak teratur.
 Pola Pengaliran Paralel
Pola yang sejajar dengan alirannya. Dijumpai pada daerah yang lerengnya mempunyai kemiringan yang nyata, dan berkembang pada batuan yang bertekstur halus.
 Pola Pengaliran Concorted
Di mana arah pengalirannya berbalik arah. Pola ini terjadi pada daerah patahan
 Pola Pengaliran Trellis
Berbentuk seperti daun dengan anak-anak sungai sejajar. Sungai utamanya biasanya memanjang searah dengan jurus perlapisan batuan, sejajar dengan bentuk-bemtuk bentang alam hasil timbunan angina atau es. Pola ini biasanya pada daerah patahan, lipatan.

 Pola Pengaliran Radial
Dimana arah pengalirannya menyebar ke segala arah dari suatu pusat berkembang pada daerah berstruktur kubah muda, pada kerucut gunung api pada bukit berbentuk tertentu.
• Pola Pengaliran Angular
Pola ini sering dijumpai pada daerah kubah berstadia dewasa.
• Pola Pengaliran multibasinal
Pola ini tidak sempurna, kadang nampak dipermukaan bumi, kadang tidak nampak. Dikenal juga sebagai sungai bawah tanah. Pola ini dijumpai pada daerah karst atau batugamping.

III. Blok Diagram

Blok diagram merupakan sutu bentuk penyajian tiga dimensi dari sutu potongan bagian kulit bumi yang umumnya menyerupai bentuk balok. Pada bagian atas blok diagram ditunjukkan bentuk relief dan unsure-unsur yang ada di permukaan, sedangkan pada bagian samping ditunjukkan material penyusun dari kulit bumi. Dalam pembuatan blok diagram dapat digunakan sistem proyeksi isometric dan gambar pespektif.
Penggambaran dengan menggunakan proyeksi isommetris akan diperoleh bentukl balok dengan ukuran seragam dari seluruh sisi yang ditampilkan ( bagian blok diagram yang disajikan), Sedangkan dengan menggunakan penggambaran perspektif akan diperoleh ukuran yang tidak seragam tergantung titik pandang yang digunakan.
Dalam praktikan ini akan diguanakan sistem proyeksi isometric untuk menggambarkan bentuk relief dari suatu daerah tanpa memperhatikan unsure-unsur penyusun kulit bumi di bawah permukaan, sehingga lebih menonjolkan pada cara penggambaran pada tiga dimensi suatu daerah berdasarkan peta topografi.

Tahapan-tahapan dalam pemakaian proyeksi isometric untuk pembuatan suatu blok diagram :
a. Peta topografi di grid sesuai ukuran yang diinginkan dengan memperhatikan aspek kemudahan dalam pemindahan elemen topografi ke bentuk grid proyeksi isometric.
b. Kerangka grid untuk proyeksi isometric dapat dibuat menurut sudut yang diinginkan dengan memperhatikan aspek penonjolan relief.
c. Peta topografi dipindahkan ke dalam bentuk kerangka grid proyeksi isometric.
d. Menggambar ulang garis-garis kontur dari grid proyeksi isometric pada kertas transparan dengan mengikuti tahapan-tahapan pembuatan seperti pada gambar terlampir.

IV. Garis Sayatan ( Cros Section)

Garis sayatan atau disebut juga dengan sayatan topografi adalah suatu irisan tegak dari permukaan bumi yang dibuat melalui suatu garis lurus.
Sayatan topografi ini berguna untuk memperlihatkan bentuk-bentuk dari bentang alam, seperti bentuk bukit, bentuk lembah dan kemiringan lereng. Hal ini ditunjukkan oleh garis bagian atas sayatan (gambar 3). Untuk memperlihatkan keadaan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya maka sakala horizontal dibuat sama dengan skala vertical. Tetapi sering pula skala vertical diambil beberapa kali lebih besar dari skala horizontal. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan perubahan yang nyata dari bentuk-bentuk roman muka bumi.
Sayatan ini lebih mudaj dibuat dengan menggunakan kertas milimeter / grafik.

Tahap-tahap pembuatan sayatan topografi :
- tentukan arah dan letak garis sayatan, dimana melalui garis ini sayatan akan dibuat ( gambar1). Penentuan arah dan letak garis sayatan dapat berbeda-beda sesuai dengan aspek yang ingin ditampilkan, misalnya aspek geomorfologi, litologi, struktur geologi ataupun peta topografi dasar itu sendiri.
- Letakkan kertas grafik di atas garis sayatan itu (garis x y )
- Plot titik-titik potong garis-garis kontur dengan garis sayatan (garis X Y) pada kertas grafik (gambar 2).
- Tentukan besarnya skala horisontal dan skala mendatar. Umumnya diusahakan perbandingan antara kedua skala tersebut adalah 1 : 1 , Karena perbandingan ini menampakkan keadaan yang sebanarnya di lapangan untuk mengetahui besarnya kenaikan vertiakal ( KV) di penampang sayatan, maka digunakan rumus :
KV – IK / SP , dimana IK – Interval Kontur dan SP – Skal Peta
- Dengan pengetahuan garis vertical sebagai penunjuk,m masing-masing titik potong tersebut disesuaikan dengan ketinggian ( gambar 3 )
- Hubungan titik-titik tersebut ( gambar 3)
- Beri tanda pada titik-titik yang diperlukan pada sepanjang garis sayatan
- beri nama sayatan tersebut.
Dalam pembuatan sayatan topografi ini perbesaran sakala horizontal dan skala vertical harus dicantumkan. Hal ini untuk menghindari salah duga terhadap sayatan yang digambarkan. Sayatan topografi tersebut yang membentuk profil topografi akan mememperagakan konfigurasi dari permukaan di sepanjang suatu penampang vertical kerak bumi. Fungsi utama dari profil topografi ini adalah untuk memvisualisasikan karakter muka bumi. Untuk mencegah distorsi atau kesalahan dalam perhitungan ketebalan dalam skala vertical, maka sebaiknya profil topografi dibuata dengan menggunakan skala vertical yang sama dengan skala horisontalnya. Dalam pembuatan profil topografi dikenal beberapa istilah, yaitu :
a. Garis profil ( topographic line), adalah garis perpotongan antara perpotongan permukaan bumi dengan suatu bidang vertical.
b. Garis dasar ( base line), letaknya mendatar dibawah garis profil. Tinggi “base line” seringkali dipilih nol, yaitu tinggi permukaan laut, sedangkan jarak mendatar sesuai dengan jarak horizontal yang diukur pada peta topografi.
c. Batas tepi (end line), adalah garis tegak lurus “ base line” yangmembatasi sisi kiri dan kanan profil. Pada batas tepi tertera angka ketinggian sesuai dengan interval kontur.

V. PENOMORAN PETA

Sistem pembagian nomor peta disebut juga dengan “Quadrangle system” di Indonesia sistem quadrangle ini disesuaikan dengan sistem internasional, yang dikelurkan oleh Badan Koordinasi Survey dan pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), pada tahun 1992 bekerja sama dengan sponsor resmi dalam program pemetaan dasar nasional telah menerbitkan peta-peta topografi baru yang diberi nama peta rupa bumi inndonesia dengan skala 1 : 50.000 dan baru-baru ini telah diterbitkan pula peta Rupa Bumi dengan skal 1 : 25.000. Hal-hal yang berhubungan dengan penomoran lembar bumi tersebut adalah :
1. Garis Bujur / Meridian atau Meridian Bujur titik 0 derajat terletak di Grenwich Inggris
2. Garis Lintang menggunakan garis Internasional
3. Sistem grid yang digunakan adalah sistem grid Geografi dan sistem Grid UTM ( Universal Transverse Mercator).
4. Datum Horisontal = Datum Indonesia tahun 1974
5. Datum vertical diukur di daerah Mamuju, Sulawesi
6. Satuan tinggi peta daalah meter
7. Interval Kontur 25 m
8. Lembar diberi nama sesuai dengan daerah yang mudah terlihat pada daerah tersebut. Misalnya lembar Pangkajene memasukkan kota Pangkep pada peta tersebut.
9. Pada peta indeks terdapat lembar pada peta besar, yang diberi nama khusus penciri lembar peta tersebut dengan nomor teretntu yang mencakupi bebrapa nomor lembar pada peta kecil. Contoh pada Indeks, lembar peta besar Ujung pandang bernomor 2010 yang mencakupi 10 lembar peta kecil semuanya berskala 1 : 50.000 .Sub lembar yang lebih kecil juga mempunyai nama lembar dengan nomor tertentu. Contoh lembar sapaya berada dalam lembar besar Ujungpandang dengan nomor 2010 – 61. Luas suatu daerah besar berdasarkan Lintang Bujur 1,5 derajat x 1 derajat (90 derajat x 60 derajat) berupa persegi panjang.
10. Suatu sub Lembar peta kecil mempunyai luas 27,75 x 27,75 km, dengan catatan bahwa setiap lembar mempunyai Grid Geografi sebesar 15 derajat x 15 derajat dan tiap menit berjarak 3,7 cm pada peta.
11. Penentuan lembar peta suatu daerah, haruslah dengan melihat peta indeks Peta Rupa Bumi Indonesia yang dikelurkan oleh Bakosusrtanal tahun 1993.
12. Penetuan titik koordinat Geografi
Contoh : Daerah Bili-bili pada lembar sapaya nomor 2010 – 61. Garis Bujur pertama sebelah kiri terbaca 119 derajat 34 derajat. Perkiraan dari selang satu menit sampai ke titik 32 derajat . Garis lintang pertama sebalah atas titik tersebut 05 derajat = 16 derajat. Perkiraan dari selang satu menit sampai ke titik 50 derajat . sehingga titik koordinat geografinya:
= 119 Derajat 34 derajat 15 derajat Bujur Timur
= 5 derajat 17 derajat 05 derajat Lintang selatan
Penentuan titik koordinat UTM
Contoh : Bili-Bili Timur Utara
Grid sebelah bawah dari titik tersebut 781
Perkiraan dari garis skala Grid 9
Gris sebelah bawah dari titik tersebut terbaca 9415
Perkiraan dari sutu garis skala grid ke titik 3
8100 96153
Sehingga koordinasinya adalah T= 784900 m
U= 9615300 m
Sebagai pembatasan pembacaan di peta ialah : 100 m
Zona UTM = 50
13. Peta Rupa Bumi ini dilengkapi dengan informasi pembagian daerah administrasi walaupun hanya sementara.
14. Instansi yang mengeluarkan Peta Rupa Bumi ini adalah :
1. Baksurtanal
2. Bappeda Tingkat I Sulawesi Selatan c.q Kepala Proyek Evaluasi dan perencanaan sumber Dana Kelautan ( MREP) Kantor Gubernur Sul-Sel
3. Dinas pertambangan Tk. I Sul-Sel
4. Kantor Wilayah Pertambangan dan Energi Sul-Sel
5. Badan Pertanahan Nasional Sul-sel.

Dalam sistem penomoran peta menggunakan ketentuan di bawah ini :
• Peta Rupa Bumi berskala I : 1. 000. 000 menggunakan 4 digit
• Peta Rupa Bumi berskala I : 1.00.000 menggunakan 5 digit
• Peta Rupa Bumi berskala I : 50.000 Menggunakan 6 digit
• Peta Rupa Bumi berskala I : 25.000 menggunakan 7 digit


DAFTAR PUSTAKA


Asri Jaya HS, DKK,2002. Penuntun Geologi Lapangan, Jurusan Teknik
                    Geologi UNHAS ( UNPUBL), Hal 41- 47.

Tim Asisten Geomorfologi, 2001 – 2002, Kumpulan sap Praktikum 
                   Geomorfologi dan Geologi Foto. Jurusan Teknik Geologi
                   UNHAS ( Unpubl ).