Jumat, 03 Februari 2012

ENDAPAN EMAS PADA BATUAN METAMORF

ENDAPAN EMAS PADA SABUK METAMORFIK (OROGENESIS)

Assalamu alaikum Wr Wb
Sebelumnya saya ingin berterimakasih kepada teman2 yang udah baca blog ini atau mungkin udah rela nunggu tulisan selanjutnya (sorry agak kepedean), hari ini saya mau coba share tentang endapan emas pada batuan metamorf.
Beberapa hari yang lalu di Kampus kedatangan banyak Alumni yang ahli dibidang emas atau yang udah pernah eksplorasi tentang emas kita pun sedikit berdiskusi mengenai pembentukan emas hingga akhirnya berujung kepembahasan emas pada batuan Metamorf. Untuk pendahuluan mungkin kita harus tahu apa itu emas dan apa itu batuan metamorf, kemudian apa itu sabuk metamorfik

Sabuk metamorfik adalah daerah kompleks dimana terdapat akresi dan kolisi dan melibatkan kerak benua. Proses tektonik yang terjadimerupakan skala litosferik, keterlibatan temperatur dan tekanan, dikarenakan oleh proses magmatik pada busur depan dengan asosiasi prisma akresi dan cekungan ekstensional pada bagian busur belakang, deformasi dan metamorfosa umumnya berasosiasi dengan magmatisme granitoid plutonik, dan pengangkatan serta erosi yang diikuti pembentukan cekungan dimana material sedimen dapat terakumulasi.
Endapan emas dapat terbentuk pada berbagai tingkat dari evolusi orogenik, sehingga muncul sabuk metamorfik yang mengandung bermacam-macam tipe endapan yang dapat saling sejajar atau memotong. Groves et al. (2003) membedakan endapan emas yang terbentuk pada sabuk metamorfik selama proses orogen pada fase kompresi berdasar genesa dan bentuk geometri. Tipe-tipe endapan tersebut antara lain, endapan emas orogenik, endapan emas yang berasosiasi dengan intrusi, dan endapan emas yang berasosiasi dengan logam dasar (Gambar 3).
Gambar 3. Skema keterdapatan endapan emas orogenik, endapan emas anomalous metal association/typical metal association, dan endapan emas berasosiasi dengan intrusi, dan memperlihatkan korelasi kedalaman dan tatanan struktur serta litologi batuan pembawa (Groves, et al., 2003).

Endapan emas orogenik
Endapan emas orogenik merupakan endapan hasil dari bentuk terakhir pada siklus orogen dari air metamorfik yang berasal dari bagian tengah hingga bagian bawah kerak,
walaupun ada kumungkinan fluida juga berasal dari air magmatik yang dalam. Untuk endapan jenis ini, terkadang digunakan pula terminologi yang berkaitan dengan asosiasi bijih host sequence, seperti greenstone-hosted, greenstone belt, slate-belt style, turbidite hosted. Juga dipergunakan sebutan yang berkaitan denga bentuk bijih yang ditemukan, seperti lode gold, urat kuarsa-karbonat, atau disseminated deposit.
Batuan asal pada endapan emas orogenik ini mayoritas terkena metamorfosa regional membentuk sekishijau hingga fasies amfibolit bawah. Bijih pada endapan ini terbentuk secara sinkinematik, dengan setidaknya 1 tahap deformasi penetrasi pada batuan asal, yang tentunya menghasilkan kontrol struktur yang kuat meliputi sesar, shear zone, lipatan dan atau zone of competency contrast (Hudgons, 1989 dalam Grove et al., 2003).
Endapan ini memperlihatkan dimensi vertikal sekitar 1 km hingga 2 km, menunjukkan penzonaan logamyang halus dengan kenampakan yang khusus dan kuat. Pada endapan ini urat kuarsa±karbonat ada di mana-mana dan pada umumnya mengandung sedikit emas, walaupun pada kebanyakan sistem tersulfidasi, batuan samping dengan kandungan Fe/(Fe+Mg+Ca) yang tinggi berdampingan dengan urat-urat yang mengandung bijih (Bohlke, 1988 dalam Grove et al., 2003).
Kebanyakan dari endapan emas yang ditemukan pada jumlah yang besar adalah jenis endapan emas orogenik. Secara garis besar endapan ini terbagi menjadi 2, yaitu (1) endapan yang mengalami pengkayaan Cu±Mo (contohnya adalah pada McIntyr Timmins/Kanada dan Boddington/Australia) dan (2) endapan yang mengalami pengkayaan Cu-Zn±Pb±Ag dan/atau pirit yang melimpah (contohnya pada Bousquet/ Kanada; Mount Gibson/Australia, dan beberapa endapan yang ditemukan di Tanzania dan Kenya; Carolina slate belt/USA dan endapan VMS di Mount Read/Australia, yang keduanya memiliki unsur yang berasosiasi dengan endapan emas orogenik (contohnya: As, B, Bi, Sb, Te,W). Endapan emas orogenik ini sangat luas penyebarannya, sehingga dibagi-bagi lagi berdasarkan segmen kedalamannya (Gebre-Mariam et al., 1995). Secara garis besar terbagi menjadi 3 yaitu “epizonal” pada kedalaman < 6 km, “mesozonal” pada kedalaman 6 km – 12 km, dan “hipozonal” pada kedalaman >12 km (Gambar 4).


Gambar 4 Pembagian zona pada endapan emas orogenik dan dikorelasikan dengan derajat metamorfosa pada batuan pembawa (Gebre-Mariam et al., 1995).

Karakteristik mineralogi, geokimia dan fluida endapan emas orogenik
a. Kondisi geologi host terrane dan tatanan tektonik
     Berdasarkan Kondisi geologi tipe endapan ini bercirikan :
- Metamorfisme Regional
- Protolithnya 1. pada Archean berupa Green schist mengandung Au vulkanik plutonik pada back arc  berupa basal, 2. sedimen laut  klastik berupa greywake, argilit
- Endapan emas tipe ini terbentukakhir uruttan deformasi metamorfisme pada batas lempeng : akresi, translasi dan Kolisi. 

 
Gambar 5. Tatanan tektonik pembentukan berbagai endapan. Tatanan tektonik pembentukan endapan orogenik berada pada batas kontinen, zona akresi atau kolisi (Groves et al, 1998).
Perlu ditekankan bahwa endapan emas orogenik bukan merupakan endapan synvulkanik. Endapan ini terbentuk pada akhir siklus orogen, puluhan juta tahun setelah vulkanisme terjadi (Gebre-Mariam et al., 1995). Terdapat kontrol struktur yang kuat terhadap proses mineralisasi dengan skala yang bervariasi. Endapan biasanya ditemukan pada struktur orde kedua atau ketiga, dan sangat sering ditemukan berupa struktur akibat kompresi dengan skala yang sangat besar. Terdapat sangat banyak variasi tipe struktur yang ditemukan (Groves et al,. 1998), yaitu:
  1. Patahan brittle hingga ductile shear zone dengan sesar naik yang memiliki sudut yang kecil hingga sudut yang besar, strike-slip atau oblique-slip motion
  2. Fracture array, stockwork atau zona breksiasi pada batuan
  3. Zona foliasi (rekahan yang terbentuk akibat tekanan), atau
  4. Puncak lipatan pada sekuen turbidit yang bersifat ductile.
Struktur mineralisasi mengalami syn- atau post-mineralization displacement, namun endapan emas biasanya memiliki penyebaran yang luas, terus menunjam ke bawah (ratusan meter hingga kilometer). Berbagai aspek geologi mempengaruhi bentuk mineralisasi dari endapan seperti terlihat pada Gambar 6.


Gambar 6. Macam-macam bentuk mineralisasi pada lode gold Proterozoik (Partington dan Williams, 2000).
b. Fasies metamorfik batuan samping
Endapan emas pada batuan metamorf tentunya berkaitan dengan proses metamorfosa yang menghasilkan batuan metamorf. Stüwe (1998, dalam Groves et al., 2003) menyatakan bahwa endapan emas orogenik biasanya terkena proses metamorfosa regional membentuk batuan metamorf fasies sekishijau hingga fasies amfibolit-bawah. Sedangkan Gebre-Mariam et al. (1995) menyatakan bahwa endapan emas pada batuan metamorf ditemukan pada fasies prehnit-pumpelit, fasies sekishijau, fasies amfibolit, dan granulit bawah. Namun, mayoritas endapan emas ditemukan pada fasies sekishijau.
c. Mineralogi endapan
Endapan ini dicirikan dengan sistem urat dominan kuarsa dengan mineral sulfida ≤ 3-5% (umumnya sulfida Fe) dan mineral karbonat ≤ 5-15%. Mineral albit, mika putih atau fushsite, klorit, scheelite dan turmalin sangat sering menjadi pengotor pada urat yang ditemukan pada batuan pembawa fasies sekishijau. Sistemurat bisa menerus secara vertikal mencapai 1-2 km dengan sedikit perubahan mineralogi atau kadar emas. Zoning mineral ditemukan pada beberapa endapan. Perbandingan emas : perak bervariasi dari 10 (normal) hingga 1 (sangat sedikit), dengan bijih yang terdapat pada urat dan pada batuan samping yang tersulfidasi. Kadar emas relatif tinggi, tercatat mencapai 5–30 g/t. mineralogi sulfida biasanya menunjukkan litogeokimia batuan pembawa. Arsenopirit merupakan mineral sulfida yang paling sering ditemukan pada batuan asal metasedimen, sedangkan mineral pirit atau pirotit ditemukan pada batuan beku yang termetamorfkan. Urat yang mengandung sedikit emas memperlihatkan pengkayaan akan As, B, Bi, Hg, Sb, Te dan W yang bervariasi; konsentrasi Pb dan Zn pada umumnya hanya sedikit di atas keadaan regional awal (Groves et al., 1998).
d. Alterasi batuan samping
Endapan ini menunjukkan zonasi lateral yang kuat pada fase alterasi dari proksimal hingga distal yang mencapai skala meter hingga kilometer yang terjdi baik pada skala camp maupun skala endapan. Alterasi yang umum terjadi adalah kloritisasi dan karbonatisasi dapatmencapai lebar 1 kmdari endapan. Sedangkan untuk zona alterasi yang terbentuk pada fase awal zona sesar transcrustal dan dikontrol struktur skala besar, hanya terbatas atau terpusat dengan karakteristik alterasi karbonatisasi pada batuan pembawa. Kumpulan mineral yang sering ditemukan pada zona alterasi umumnya karbonat, seperti ankerit, dolomit atau kalsit, dan sulfida, seperti pirit, pirotit, atau arsenopirit. Kehadiran metasomatisme alkali menyebabkan proses serisitisasi atau ditemukan (sangat jarang) mineral fuchsite, biotit, atau K-feldspar dan albitisasi, dan mineral mafik yang mengalami kloritisasi tinggi. Amfibol atau diopsid ditemukan pada kerak yang lebih dalam dan mineral karbonat semakin sedikit keberadaannya. Sulfidasi sangat ekstrim pada BIF dan batuan pembawa batuan mafik yang kaya Fe. Berikut ini karakteristik alterasi yang umum dijumpai pada zona alterasi endapan orogenik:
Kloritisasi. Klorit dapat muncul sendiri atau hadir bersama-sama dengan kuarsa atau turmalin dalam bentuk kumpulan mineral. Namun, kehadiran mineral propilitik lain juga sering ditemukan, dan terkadang juga muncul anhidrit. Klorit hasil alterasi hidrotermal seringkali menunjukkan perubahan rasio Fe : Mg yang sebanding dengan jarak dari tubuh bijih. Perkembangan mineral klorit sekunder dapat dihasilkan dari alterasi mineral mafik yang ada pada batuan asal atau dari magnesium dan besi yang ada sebelumnya (Evans, 1993).
Karbonatisasi Alterasi tipe karbonatisasi akanmenghasilkanmineral dolomit yang terbentuk dari aktivitas hidrotermal. Dolomit hasil alterasi memiliki ukuran butir yang lebih kasar (Evans, 1993).
Serisitisasi. Tipe alterasi ini adalah tipe alterasi yang paling sering ditemukan pada batuan yang kaya aluminium, seperti batusabak, granit, dan lain sebagainya (Evans, 1993).
e. Fluida Bijih
Konsep sistem mineral hampir sama dengan konsep sistem minyak bumi, dimana terdapat sumber, migrasi, trap, kontrol struktur dan lapisan pelindung impermeabel (seal), namun konsep sistem mineral lebih kompleks. Faktor geologi mengontrol keterdapan endapan mineral dan serta adanya gaya yang mendorong (mobilisasi) komponen bijih dari sumber yang kemudian terangkut dan terakumulasi ke dalam bentuk konsentrat bijih. Berbagai macam faktor geologi antara lain, sumber energi (sumber panas dan gradien termal dari lingkungan geodinamik) mendorong sistem pada terrane maupun skala regional, sumber larutan mineralisasi, yang mengangkut ligands dan logam dan komponen bijih lainnya, karakteristik jalur migrasi sebagai jalan untuk mengalirkan larutan sehingga sampai pada trap, kontrol struktur dan lapisan penutup (seal) yang impermeabel yang terdapat pada trap atau jebakan, proses kimia dan/atau fisika yang bekerja pada jebakan (Hagemann dan Cassidy, 2000). Penelitian mengenai inklusi fluida pada endapan ini menghasilkan kesimpulan bahwa bijih emas berasal dari fluida dengan salinitas rendah, hampir netral, fluida H2O-CO2±CH4 mengangkut emas berupa sulfur yang tereduksi. Fluida berasosiasi dengan endapan emas inimemiliki konsentrasi CO2 yang tinggi yaitu≥5mol.%. Fluida hidrotermal pada greenstone belt Archaean memiliki isotop tipe 18O sekitar 5–8 permil, sedangkan pada lode gold Phanerozoik lebih tinggi sekitar 2 per mil (Groves et al., 1998). Penelitian juga menunjukkan bahwa fluida bercampur dengan fluida aquaeous-carbonic, yang jelas sangat berbeda dengan endapan emas lain pada umumnya (seperti epitermal, porfiri Cu-Au, VMS). Walaupun demikian beberapa endapan individual menunjukkan pengecualian. Fakta menunjukkan bahwa endapan sinmetamorfik ditemukan pada fasies amfibolit. Ridley et al. (2000, dalam Groves et al., 2003) menunjukkan bahwa fluida diperoleh dari puncak dari proses metamorfosa dan berasal dari sumbersumber yang dalam. Walaupun data mengenai isotop radiogenik dan stabil tersebar secara luas, namun kesimpulan yang pasti mengenai asal dari fluida ini belum dapat dipastikan. Ridley andDiamond (2000, dalam Groves et al., 2003)menyatakan bahwa terdapat beberapa unsur yangmendominasi fluida pada endapat emas orogenik ini, seperti unsurN, Br, Cl, C, dan H, yang memiliki karakteristik isotropik yang dapat memberikan batasan sumber-sumber yang mungkin. Dijelaskan pula bahwa isotop H memperlihatkan kecenderungan perpindahan, kimiaN, Br, dan Cl pada kerak yang lebih dalamtidak diketahui, dan reservoar C dalam bentuk grafit atau alterasi karbonat sepanjang jalur fluida dapat mengubah rasio isotropik. Data yang ditemukan mengenai inklusi fluida, geokimia dan isotropik tidak dapat dibedakan secara jelas antara sumber metamorfik dan magmatik dalam untuk fluida bijih pada sistem emas orogenik (Groves et al., 2003).