*Peta topografi daerah ini terpetakan dalam lembar Pangkajene skala 1 : 50000 nomor 2011-31, bakosurtanal edisi Januari 1991.
TEKTONIK SULAWESI SELATAN DENGAN ACUAN KHUSUS CIRI - CIRI HIMPUNAN BATUAN DAERAH BANTIMALA
|
|
By: Rab Sukamto S2 - Geology Created: 1985-00-00 , with 1 file(s). |
Keywords: The "Bontorio metamorphics" is interpreted as a result of metamorphism of sedimentary rocks at the deep zone of fore arc basin of a Triassic arc-trench system.
Call Number: T 551.809 598 4 SUK
Batuan yang tersingkap di daerah Bantimala dan sekitarnya merupakan himpunan-himpunan batuan yang terjadi dalam lingkungan tektonik yang berbeda sejak zaman Trias sampai zaman Kuarter. Beberapa sistem tektonik dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri himpunan batuan serta strukturnya. Macam-macam himpunan batuan tersebut memberikan gambaran yang sesuai bila diterangkan kejadiannya dengan teori tektonik lempeng. Baik macam himpunannya, hubungan stratigrafinya maupun strukturnya menandakan suatu pengertian yang jelas di dalam evolusi geologi yang pendekatannya berdasarkan teori tektonik lempeng. Himpunan batuan berumur dari Trias sampai Kapur Awal merupakan himpunan batuan "allochthone" yang tercampuraduk serta terimbrikasi secara tektonik, terdiri dari "batuan ultramafik Kayubiti", "batuan metamorfosis Bontorio", "batupasir Paremba", "basal Dengengdengeng", "breksi sekis" dan "rijang Paring", yang secara bersama menyusun "Komplek Melange Bantimala". Himpunan batuan berumur dari Kapur Akhir sampai Pliosen merupakan himpunan batuan "autochthone" yang superposisi serta hubungannya dapat diamati dengan jelas.
Sedimen "flysch" Formasi Balangbaru yang berumur Kapur Akhir menindih tak selaras "Komplek Melange Bantimala", dan ditindih berturut-turut oleh batuan volkanik Formasi Alla, sedimen terestrial Formasi Malawa, karbonat paparan Formasi Tonasa, batuan volkaniklastik serta volkanik yang menyusun formasi-formasi Benrong, Kunyikunyi, Ceppiye, serta Tondongkarambu, dan diakhiri oleh endapan darat berasal longsoran serta runtuhan yang berumur Pliosen. Batuan yang tersingkap di daerah Bantimala dan sekitarnya merupakan himpunan-himpunan batuan yang terjadi dalam lingkungan tektonik yang berbeda sejak zaman Trias sampai zaman Kuarter.
Beberapa sistem tektonik dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri himpunan batuan serta strukturnya. Macam-macam himpunan batuan tersebut memberikan gambaran yang sesuai bila diterangkan kejadiannya dengan teori tektonik lempeng. Baik macam himpunannya, hubungan stratigrafinya maupun strukturnya menandakan suatu pengertian yang jelas di dalam evolusi geologi yang pendekatannya berdasarkan teori tektonik lempeng. Himpunan batuan berumur dari Trias sampai Kapur Awal merupakan himpunan batuan "allochthone" yang tercampuraduk serta terimbrikasi secara tektonik, terdiri dari "batuan ultramafik Kayubiti", "batuan metamorfosis Bontorio", "batupasir Paremba", "basal Dengengdengeng", "breksi sekis" dan "rijang Paring", yang secara bersama menyusun "Komplek Melange Bantimala". Himpunan batuan berumur dari Kapur Akhir sampai Pliosen merupakan himpunan batuan "autochthone" yang superposisi serta hubungannya dapat diamati dengan jelas. Sedimen "flysch" Formasi Balangbaru yang berumur Kapur Akhir menindih tak selaras "Komplek Melange Bantimala", dan ditindih berturut-turut oleh batuan volkanik Formasi Alla, sedimen terestrial Formasi Malawa, karbonat paparan Formasi Tonasa, batuan volkaniklastik serta volkanik yang menyusun formasi-formasi Benrong, Kunyikunyi, Ceppiye, serta Tondongkarambu, dan diakhiri oleh endapan darat berasal longsoran serta runtuhan yang berumur Pliosen. "Batuan metamorfosis Bontorio" ditafsirkan sebagai hasil metamorfosis batuan sedimen di bagian bawah cekungan busur-depan pada suatu sistem busur-palung zaman Trias. "Batupasir Paremba" adalah endapan cekungan tepi kerak benua pada zaman Jura Awal-Jura Tengah, dan "basal Dengengdengeng" ke luar melalui retakan kerak benua pada zaman itu. "Breksi sekis" ditafsirkan sebagai turbidit "fluxo" di cekungan tepi kerak-benua pada zaman Jura Akhir, dan "rijang Paring" sebagai endapan laut dalam beralaskan "breksi sekis" pada zaman Jura Akhir-Kapur Awal. "Batuan ultramafik Kayubiti" ditafsirkan sebagai kerak samudera yang terjadi di cekungan antar-busur pada zaman Trias. Berbagai macam himpunan batuan yang lingkungan terjadinya berbeda itu telah tercampuraduk serta terimbrikasi secara tektonik, dan membentuk "komplek melange" pada sistem busur-palung zaman Kapur Tengah. Sedimen "flysch" Formasi Balangbaru sebagai himpunan batuan "autochthone" tertua yang beralaskan "komplek melange" tersebut, telah diendapkan di dalam cekungan busurdepan pada sistem busur-palung zaman Kapur Akhir. Batuan volkanik Formasi Alla adalah bagian dari busur magmatik kala Paleosen yang menerobos Formasi Balangbaru. Sedimen terestrial Formasi Malawa diendapkan di darat sebagai hasil pendataran pada kala Eosen Awal. Karbonat Formasi Tonasa telah diendapkan dalam lingkungan paparan selama kala Eosen Akhir-Miosen Awal. Batuan volkaniklastik dan volkanik dari Formasi Benrong, Formasi Kunyikunyi, Formasi Ceppiye dan Formasi Tondongkarambu adalah bagian dari busur magmatik kala Miosen Tengah-Miosen Akhir. Se jak Pliosen daerah Bantimala dan sekitarnya telah mengalami pengangkatan dan erosi yang berlangsung hingga sekarang. Dengan memperhatikan kesebandingan himpunan batuan, kedudukan stratigrafi serta hubungan tektonik antara ber bagai himpunan batuan di daerah Bantimala dan yang ada di daerah sekitarnya, maka perkembangan geologi regional wilayah Sulawesi dapat dikenali. Sistem busur-palung zaman Kapur Tengah yang menyebabkan berbagai himpunan batuan dari Trias sampai Kapur Awal tercampuraduk serta terimbrikasi di daerah Bantimala, telah terjadi membentang S-U di sisi timur Kraton Sunda yang kenampakannya sekarang berupa "lajur sutur" TG-BL dari "Komplek Melange Bantimala", anomali aeromagnet tak teratur di Selat Makassar sampai "Komplek Melange Boyan" di Kalimantan Barat.
Dalam perkembangan selanjutnya, daerah yang semula berupa lajur tunjaman Kapur Tengah itu kemudian menjadi cekungan busur-depan Kapur Akhir di sisi timur Kraton Sunda pada zaman diendapkannya Formasi Balangbaru. Pada Kapur Akhir itu Kraton Sunda mulai berputar lawan-jarum-jam, dan diikuti tumbuhnya sistem busur–palung di sisi selatannya yang di antaranya membentuk batuan volkanik Formasi Alla pada kala Paleosen. Perputaran dan pengangkatan Kraton Sunda diikuti oleh peretakan selama Paleosen Akhir-Eosen Awal, sehingga terjadi sedimen terestrial yang sangat luas yang di Sulawesi Selatan menghasilkan Formasi Malawa. Penurunan perlahan te lah menghasilkan endapan karbonat paparan yang sangat luas selama Eosen Akhir-Miosen Tengah yang di Sulawesi Selatan berupa Formasi Tonasa. Perputaran Kraton Sunda yang menerus dan terjadinya perubahan arah gerak Lempeng Pasifik, yang semula ke utara kemudian ke barat sejak Eosen Tengah, maka bagian timur sistem busur-palung di sisi selatan Kraton Sunda menjadi melengkung ke arah BD-TL. Sistem busur-palung di,bagian timur itu kemudian menjadi sistem busur-palung Sulawesi di sisi tenggara Kraton Sunda, dan terpisah dari sistem busur-palung Jawa-Nusatenggara yang mulai berkembang sejak Miosen Awal. Gerakan ke barat Lempeng Pasifik yang tercepatkan sejak Miosen Awal telah menyebabkan di antaranya, selama Miosen Tengah-Miosen Akhir, Batur Tukang Besi serta Batur Banggai-Sula membentur Busur Sulawesi Timur, dan Busur Sulawesi Timur melanggar sistem busur-palung Sulawesi. Akibat dari benturan serta pelanggaran itu maka Busur Sulawesi Timur menyatu dengan Busur Sulawesi Barat yang keduanya melengkung membentuk huruf K, dan kegiatan magma di Busur Sulawesi Barat sebelah selatan Katulistiwa mulai mereda sejak Pliosen.
Translation:
Since the Late Cretaceous, Sunda Craton rotated counterclockwisely and followed by development of arctrench system at the southern margin of Sunda Craton producing among of them the volcanic rocks of Alla Formation during the Paleocene. Rotation and uplifting of Sunda Craton was followed by rifting commenced during the Late Paleocene to Early Eocene, subsequently a very broad terrestrial sediments occurred which part of them is Ma lawa Formation in South Sulawesi. Gradually subsidence resulted a very extensive shelf carbonate deposits during Late Eocene-Middle Miocene which part of them is Tonasa Formation in South Sulawesi. Continue rotation of Sunda Craton and change of direction of movement of Pacific Plate, originally to the north and then to the west since Middle Eocene, the eastern part of arc trench system at the southern margin of Sunda Craton bent northeastward. Later the eastern part of arc-trench system became Sulawesi arc-trench system at the southeast margin of Sunda Craton, and separated from Java-Nusatenggara arc-trench system which has developed since Early Miocene. Westward movement of Pacific Plate which was . accelerated since Early Miocene affected among of them, during Middle Miocene to Late Miocene, the Tukang Besi and the Banggai-Sula platforms collided to the Eastern Sulawesi Arc, and the Eastern Sulawesi Arc overrod the Sulawesi arc-trench system. As the result of collision and overriding the Eastern Sulawesi Arc amalgamated with the Western Sulawesi Arc, bent together to form a K-shape, and the magmatic activity at the Western Sulawesi Arc of south of Equator started to decline since Pliocene.
+ komentar + 7 komentar
copy paste nagh....sbage referensi nantix klo dah dpt GI.hehehew..
Terimakasih Mahasiswa teknik geologi unhas atas Komentarnya di Bantimalatabe'.....
HIDUP GEOLOGI !!!!!!!!!
TW ^_^
iye nda apa2 ji
ganti-ganti sai Q itu foto ta'.....
Terimakasih Anonim atas Komentarnya di BantimalaI am reading this article second time today, you have to be more careful with content leakers. If I will fount it again I will send you a link
Terimakasih Anonim atas Komentarnya di Bantimalasafety skalii pake Anonim,
thanks For Your Information
Looks like you are an expert in this field, you really got some great points there, thanks.
Terimakasih Anonim atas Komentarnya di Bantimala- Robson
Thanks and nice to know you Robson, If you found it again maybe we can Share abaout this field.