ENDAPAN EMAS PADA SABUK METAMORFIK (OROGENESIS)
Assalamu
alaikum Wr Wb
Sebelumnya saya ingin berterimakasih kepada teman2 yang udah
baca blog ini atau mungkin udah rela nunggu tulisan selanjutnya (sorry agak
kepedean), hari ini saya mau coba share tentang
endapan emas pada batuan metamorf.
Beberapa hari yang lalu di Kampus kedatangan banyak Alumni
yang ahli dibidang emas atau yang udah pernah eksplorasi tentang emas kita pun
sedikit berdiskusi mengenai pembentukan emas hingga akhirnya berujung
kepembahasan emas pada batuan Metamorf. Untuk pendahuluan mungkin kita harus
tahu apa itu emas dan apa itu batuan metamorf, kemudian apa itu sabuk
metamorfik
Sabuk metamorfik adalah daerah kompleks dimana terdapat
akresi dan kolisi dan melibatkan kerak benua. Proses tektonik yang
terjadimerupakan skala litosferik, keterlibatan temperatur dan tekanan,
dikarenakan oleh proses magmatik pada busur depan dengan asosiasi prisma akresi
dan cekungan ekstensional pada bagian busur belakang, deformasi dan metamorfosa
umumnya berasosiasi dengan magmatisme granitoid plutonik, dan pengangkatan
serta erosi yang diikuti pembentukan cekungan dimana material sedimen dapat
terakumulasi.
Endapan emas dapat terbentuk pada berbagai tingkat dari
evolusi orogenik, sehingga muncul sabuk metamorfik yang mengandung
bermacam-macam tipe endapan yang dapat saling sejajar atau memotong. Groves et
al. (2003) membedakan endapan emas yang terbentuk pada sabuk metamorfik
selama proses orogen pada fase kompresi berdasar genesa dan bentuk geometri.
Tipe-tipe endapan tersebut antara lain, endapan emas orogenik, endapan emas
yang berasosiasi dengan intrusi, dan endapan emas yang berasosiasi dengan logam
dasar (Gambar 3).
Gambar 3. Skema keterdapatan endapan
emas orogenik, endapan emas anomalous metal association/typical metal
association, dan endapan emas berasosiasi dengan intrusi, dan memperlihatkan
korelasi kedalaman dan tatanan struktur serta litologi batuan pembawa (Groves,
et al., 2003).
Endapan emas orogenik
Endapan emas orogenik merupakan endapan hasil dari bentuk
terakhir pada siklus orogen dari air metamorfik yang berasal dari bagian tengah
hingga bagian bawah kerak,
walaupun ada kumungkinan fluida juga berasal dari air
magmatik yang dalam. Untuk endapan jenis ini, terkadang digunakan pula
terminologi yang berkaitan dengan asosiasi bijih host sequence, seperti greenstone-hosted,
greenstone belt, slate-belt style, turbidite hosted. Juga
dipergunakan sebutan yang berkaitan denga bentuk bijih yang ditemukan, seperti
lode gold, urat kuarsa-karbonat, atau disseminated deposit.
Batuan asal pada endapan emas orogenik ini mayoritas terkena
metamorfosa regional membentuk sekishijau hingga fasies amfibolit bawah. Bijih
pada endapan ini terbentuk secara sinkinematik, dengan setidaknya 1 tahap
deformasi penetrasi pada batuan asal, yang tentunya menghasilkan kontrol
struktur yang kuat meliputi sesar, shear zone, lipatan dan atau zone
of competency contrast (Hudgons, 1989 dalam Grove et al., 2003).
Endapan ini memperlihatkan dimensi vertikal sekitar 1 km
hingga 2 km, menunjukkan penzonaan logamyang halus dengan kenampakan yang
khusus dan kuat. Pada endapan ini urat kuarsa±karbonat ada di mana-mana dan
pada umumnya mengandung sedikit emas, walaupun pada kebanyakan sistem
tersulfidasi, batuan samping dengan kandungan Fe/(Fe+Mg+Ca) yang tinggi
berdampingan dengan urat-urat yang mengandung bijih (Bohlke, 1988 dalam Grove et
al., 2003).
Kebanyakan dari endapan emas yang ditemukan pada jumlah yang
besar adalah jenis endapan emas orogenik. Secara garis besar endapan ini
terbagi menjadi 2, yaitu (1) endapan yang mengalami pengkayaan Cu±Mo (contohnya
adalah pada McIntyr Timmins/Kanada dan Boddington/Australia) dan (2) endapan
yang mengalami pengkayaan Cu-Zn±Pb±Ag dan/atau pirit yang melimpah (contohnya
pada Bousquet/ Kanada; Mount Gibson/Australia, dan beberapa endapan yang
ditemukan di Tanzania dan Kenya; Carolina slate belt/USA dan endapan VMS
di Mount Read/Australia, yang keduanya memiliki unsur yang berasosiasi dengan
endapan emas orogenik (contohnya: As, B, Bi, Sb, Te,W). Endapan emas orogenik
ini sangat luas penyebarannya, sehingga dibagi-bagi lagi berdasarkan segmen
kedalamannya (Gebre-Mariam et al., 1995). Secara garis besar terbagi
menjadi 3 yaitu “epizonal” pada kedalaman < 6 km, “mesozonal” pada kedalaman
6 km – 12 km, dan “hipozonal” pada kedalaman >12 km (Gambar 4).
Gambar 4 Pembagian zona pada endapan
emas orogenik dan dikorelasikan dengan derajat metamorfosa pada batuan pembawa
(Gebre-Mariam et al., 1995).
Karakteristik mineralogi, geokimia dan fluida endapan emas
orogenik
a. Kondisi geologi host terrane dan tatanan tektonik
Berdasarkan Kondisi geologi tipe endapan ini bercirikan :
- Metamorfisme Regional
- Protolithnya 1. pada Archean berupa Green schist mengandung Au vulkanik plutonik pada back arc berupa basal, 2. sedimen laut klastik berupa greywake, argilit
- Endapan emas tipe ini terbentukakhir uruttan deformasi metamorfisme pada batas lempeng : akresi, translasi dan Kolisi.
Gambar 5. Tatanan tektonik
pembentukan berbagai endapan. Tatanan tektonik pembentukan endapan orogenik
berada pada batas kontinen, zona akresi atau kolisi (Groves et al,
1998).
Perlu ditekankan bahwa endapan emas orogenik bukan merupakan
endapan synvulkanik. Endapan ini terbentuk pada akhir siklus orogen, puluhan
juta tahun setelah vulkanisme terjadi (Gebre-Mariam et al., 1995).
Terdapat kontrol struktur yang kuat terhadap proses mineralisasi dengan skala
yang bervariasi. Endapan biasanya ditemukan pada struktur orde kedua atau
ketiga, dan sangat sering ditemukan berupa struktur akibat kompresi dengan
skala yang sangat besar. Terdapat sangat banyak variasi tipe struktur yang
ditemukan (Groves et al,. 1998), yaitu:
- Patahan
brittle hingga ductile shear zone dengan sesar naik yang
memiliki sudut yang kecil hingga sudut yang besar, strike-slip atau
oblique-slip motion
- Fracture
array, stockwork
atau zona breksiasi pada batuan
- Zona
foliasi (rekahan yang terbentuk akibat tekanan), atau
- Puncak
lipatan pada sekuen turbidit yang bersifat ductile.
Struktur mineralisasi mengalami syn- atau post-mineralization
displacement, namun endapan emas biasanya memiliki penyebaran yang
luas, terus menunjam ke bawah (ratusan meter hingga kilometer). Berbagai
aspek geologi mempengaruhi bentuk mineralisasi dari endapan seperti
terlihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Macam-macam bentuk
mineralisasi pada lode gold Proterozoik (Partington dan Williams, 2000).
b. Fasies metamorfik batuan samping
Endapan emas pada batuan metamorf tentunya berkaitan dengan
proses metamorfosa yang menghasilkan batuan metamorf. Stüwe (1998, dalam Groves
et al., 2003) menyatakan bahwa endapan emas orogenik biasanya terkena
proses metamorfosa regional membentuk batuan metamorf fasies sekishijau hingga
fasies amfibolit-bawah. Sedangkan Gebre-Mariam et al. (1995) menyatakan
bahwa endapan emas pada batuan metamorf ditemukan pada fasies prehnit-pumpelit,
fasies sekishijau, fasies amfibolit, dan granulit bawah. Namun, mayoritas
endapan emas ditemukan pada fasies sekishijau.
c. Mineralogi endapan
Endapan ini dicirikan dengan sistem urat dominan kuarsa
dengan mineral sulfida ≤ 3-5% (umumnya sulfida Fe) dan mineral karbonat ≤
5-15%. Mineral albit, mika putih atau fushsite, klorit, scheelite dan turmalin
sangat sering menjadi pengotor pada urat yang ditemukan pada batuan pembawa
fasies sekishijau. Sistemurat bisa menerus secara vertikal mencapai 1-2 km
dengan sedikit perubahan mineralogi atau kadar emas. Zoning mineral ditemukan
pada beberapa endapan. Perbandingan emas : perak bervariasi dari 10 (normal)
hingga 1 (sangat sedikit), dengan bijih yang terdapat pada urat dan pada batuan
samping yang tersulfidasi. Kadar emas relatif tinggi, tercatat mencapai 5–30
g/t. mineralogi sulfida biasanya menunjukkan litogeokimia batuan pembawa.
Arsenopirit merupakan mineral sulfida yang paling sering ditemukan pada batuan
asal metasedimen, sedangkan mineral pirit atau pirotit ditemukan pada batuan
beku yang termetamorfkan. Urat yang mengandung sedikit emas memperlihatkan
pengkayaan akan As, B, Bi, Hg, Sb, Te dan W yang bervariasi; konsentrasi Pb dan
Zn pada umumnya hanya sedikit di atas keadaan regional awal (Groves et al.,
1998).
d. Alterasi batuan samping
Endapan ini menunjukkan zonasi lateral yang kuat pada fase
alterasi dari proksimal hingga distal yang mencapai skala meter hingga
kilometer yang terjdi baik pada skala camp maupun skala endapan.
Alterasi yang umum terjadi adalah kloritisasi dan karbonatisasi dapatmencapai
lebar 1 kmdari endapan. Sedangkan untuk zona alterasi yang terbentuk pada fase
awal zona sesar transcrustal dan dikontrol struktur skala besar, hanya
terbatas atau terpusat dengan karakteristik alterasi karbonatisasi pada batuan
pembawa. Kumpulan mineral yang sering ditemukan pada zona alterasi umumnya
karbonat, seperti ankerit, dolomit atau kalsit, dan sulfida, seperti pirit,
pirotit, atau arsenopirit. Kehadiran metasomatisme alkali menyebabkan proses
serisitisasi atau ditemukan (sangat jarang) mineral fuchsite, biotit, atau
K-feldspar dan albitisasi, dan mineral mafik yang mengalami kloritisasi tinggi.
Amfibol atau diopsid ditemukan pada kerak yang lebih dalam dan mineral karbonat
semakin sedikit keberadaannya. Sulfidasi sangat ekstrim pada BIF dan batuan
pembawa batuan mafik yang kaya Fe. Berikut ini karakteristik alterasi yang umum
dijumpai pada zona alterasi endapan orogenik:
Kloritisasi. Klorit dapat muncul sendiri atau hadir bersama-sama dengan
kuarsa atau turmalin dalam bentuk kumpulan mineral. Namun, kehadiran mineral
propilitik lain juga sering ditemukan, dan terkadang juga muncul anhidrit.
Klorit hasil alterasi hidrotermal seringkali menunjukkan perubahan rasio Fe :
Mg yang sebanding dengan jarak dari tubuh bijih. Perkembangan mineral klorit sekunder
dapat dihasilkan dari alterasi mineral mafik yang ada pada batuan asal atau
dari magnesium dan besi yang ada sebelumnya (Evans, 1993).
Karbonatisasi Alterasi
tipe karbonatisasi akanmenghasilkanmineral dolomit yang terbentuk dari
aktivitas hidrotermal. Dolomit hasil alterasi memiliki ukuran butir yang lebih
kasar (Evans, 1993).
Serisitisasi. Tipe alterasi ini adalah tipe alterasi yang paling sering
ditemukan pada batuan yang kaya aluminium, seperti batusabak, granit, dan lain
sebagainya (Evans, 1993).
e. Fluida Bijih
Konsep sistem mineral hampir sama dengan konsep sistem
minyak bumi, dimana terdapat sumber, migrasi, trap, kontrol struktur dan
lapisan pelindung impermeabel (seal), namun konsep sistem mineral
lebih kompleks. Faktor geologi mengontrol keterdapan endapan mineral dan
serta adanya gaya yang mendorong (mobilisasi) komponen bijih dari sumber
yang kemudian terangkut dan terakumulasi ke dalam bentuk konsentrat bijih.
Berbagai macam faktor geologi antara lain, sumber energi (sumber panas dan gradien
termal dari lingkungan geodinamik) mendorong sistem pada terrane maupun
skala regional, sumber larutan mineralisasi, yang mengangkut ligands dan
logam dan komponen bijih lainnya, karakteristik jalur migrasi sebagai
jalan untuk mengalirkan larutan sehingga sampai pada trap, kontrol
struktur dan lapisan penutup (seal) yang impermeabel yang
terdapat pada trap atau jebakan, proses kimia dan/atau fisika yang bekerja pada
jebakan (Hagemann dan Cassidy, 2000). Penelitian mengenai inklusi fluida
pada endapan ini menghasilkan kesimpulan bahwa bijih emas berasal dari fluida
dengan salinitas rendah, hampir netral, fluida H2O-CO2±CH4
mengangkut emas berupa sulfur yang tereduksi. Fluida berasosiasi dengan endapan
emas inimemiliki konsentrasi CO2 yang tinggi yaitu≥5mol.%. Fluida
hidrotermal pada greenstone belt Archaean memiliki isotop tipe 18O
sekitar 5–8 permil, sedangkan pada lode gold Phanerozoik lebih
tinggi sekitar 2 per mil (Groves et al., 1998). Penelitian juga
menunjukkan bahwa fluida bercampur dengan fluida aquaeous-carbonic, yang
jelas sangat berbeda dengan endapan emas lain pada umumnya (seperti epitermal,
porfiri Cu-Au, VMS). Walaupun demikian beberapa endapan individual menunjukkan
pengecualian. Fakta menunjukkan bahwa endapan sinmetamorfik ditemukan pada
fasies amfibolit. Ridley et al. (2000, dalam Groves et al., 2003)
menunjukkan bahwa fluida diperoleh dari puncak dari proses metamorfosa
dan berasal dari sumbersumber yang dalam. Walaupun data mengenai isotop
radiogenik dan stabil tersebar secara luas, namun kesimpulan yang pasti
mengenai asal dari fluida ini belum dapat dipastikan. Ridley
andDiamond (2000, dalam Groves et al., 2003)menyatakan bahwa terdapat
beberapa unsur yangmendominasi fluida pada endapat emas orogenik ini,
seperti unsurN, Br, Cl, C, dan H, yang memiliki karakteristik isotropik
yang dapat memberikan batasan sumber-sumber yang mungkin. Dijelaskan
pula bahwa isotop H memperlihatkan kecenderungan perpindahan, kimiaN,
Br, dan Cl pada kerak yang lebih dalamtidak diketahui, dan reservoar C dalam
bentuk grafit atau alterasi karbonat sepanjang jalur fluida dapat mengubah
rasio isotropik. Data yang ditemukan mengenai inklusi fluida, geokimia dan isotropik
tidak dapat dibedakan secara jelas antara sumber metamorfik dan magmatik dalam
untuk fluida bijih pada sistem emas orogenik (Groves et al., 2003).